"Nih
tissue..." Arga menyodorkan sekotak tissue di depan mukaku. Aku mengambil
dua lembar kemudian segera mengeringkan airmata di pipiku.
"Cengeng
ih.. nonton gitu aja nangis.." Arga berkata lagi sambil berdiri dan
berjalan ke dapur. Tak sampai semenit, dia sudah duduk kembali di sampingku dan
menawarkanku segelas air. Aku mengambil gelas itu dari tangannya tanpa banyak
komentar.
"Udah
tenang?" tanyanya lagi. Aku mengangguk. Arga lalu mendekat, meraih kepalaku
dan mengusapnya lembut.
"Sedih
ceritanya Ga...." Arga hanya diam.
"Kayak
kita..." lanjutku, namun lagi-lagi tak ada komentar dari Arga.
"Ga...."
panggilku pelan.
"Hm?"
"Kok
kamu diem aja sih?" aku menengok ke samping. Sedikit terkejut dan
memundurkan kepalaku karena muka Arga berada terlalu dekat dengan mukaku.
Napasnya perlahan berhembus mengenai pipiku.
"No comment." Arga lalu menghentikan
usapan di kepalaku dan berdiri.
"Ayo."
tangan Arga sudah terulur di depanku, menunggu kusambut.
"Kemana?"
kali ini ada senyuman di wajah Arga. Matanya yang sipit semakin menghilang oleh
kerutan di sekitar pipinya saat dia tersenyum.
"Bachelorette party kamu-laaaah... Masa
sih perayaan hari-hari terakhir kamu single
begini doang??" Aku menggeleng.
"Aku
mau di rumah aja Ga. Emangnya aku nggak boleh, ngerayain hari terakhir masa
lajang aku sama kamu?" Arga menghela napas keras-keras. Terdiam sesaat
lalu kemudian kembali menghempaskan tubuhnya di sofa sampingku.
"Your wish is my command, my lady..." Aku
tersenyum mendengar caranya memanggilku.
"Ngomong-ngomong,
kamu tega juga ya..." Arga tiba-tiba berkata, setelah beberapa saat hanya
keheningan yang menyelimuti kami.
"Kenapa?"
"Nikah
pas Natalan. Emang ada gitu yang mau dateng?" Aku tertawa kecil.
"Emangnya
nggak boleh nikah pas Natalan? Kan aku nggak ngerayain Natal. Lagian aku kan
nggak bikin pesta gede. Jadi ya biar aja tamunya dikit.. "
"Iya
sih.. Tapi kan jadi aku yang ribet bagi waktunya. Untung aja jam akad nikah
kamu pas aku kelar kebaktian."
"Sengaja
kok. Maksud aku, biar kamu bisa sekalian ngedoain aku dulu pas kebaktian. Doain
biar pernikahan aku ini diberkati, awet, langgeng dan selalu penuh kebahagiaan.
Lagian buat kamu, hari Natal itu berkah kan? Berarti bagus dong kalo aku nikah
pas hari itu. Berkah.."
Arga mengangguk-ngangguk.
"Kalau
gitu, ntar aku nikah pas hari Lebaran aja kali ya? Biar suci jiwa raga aku...
Hahahaha..." aku ikut tertawa. Tertawa dan tertawa sampai tak terasa airmata
mengalir lagi di pipiku.
"Hei..
jangan nangis dong. Masa calon manten nangis mulu sih? Tadi nonton nangis.
Sekarang nangis lagi... Ssshhh...." kali ini tangan Arga sendiri yang
menghapus airmataku. Tangannya sedikit bergetar dan terasa dingin. Pelan,
kuraih tangannya yang sedang mengembara di pipiku.
"Ga...
nanti, siapapun diantara kita yang mati duluan, harus minta sama Tuhan, biar
kita, kalau dilahirkan kembali berada dalam satu keyakinan yaaa..." Arga
tertawa mendengar kata-kataku.
"Reinkarnasi?
Itu kan kepercayaan lain lagi. Emang kamu percaya?"
"Selama
itu bisa nyatuin kita, rasanya aku pengen banget bisa percaya, Ga. Kan kata
film tadi, God is an architect. Kalau
iya, pasti Tuhan juga bakalan bisa nyiptain ruang buat kita berdua. Mungkin
sekarang masih belum jadi, masih rancangan. Makanya, kita ajuin dulu aja proposalnya.
Biar di dalam rancangan berikutnya, Tuhan nggak kelupaan bikinin ruang yang
sama buat kita. Ruang yang kuncinya hanya kita yang punya. Biar orang lain
nggak bisa masuk dan seenaknya mengganggu. Kayak sekarang ini, ruangan kita masing-masing
terkunci satu sama lain. Bukan orang lain yang nggak bisa masuk, tapi kita
sendiri yang nggak bisa memasukinya. Aku capek hidup di kotak-kotakin begini. Semua
hal bisa jadi pemisah. Agama, suku, bangsa. Padahal, katanya semua manusia
sama. Tapi, kalau urusan cinta, banyak banget penghalangnya... Kalau gitu buat apa
ada cinta? Buat pemersatu? Yang ada malah cinta itu, yang jadi halangan orang
untuk bersatu... Coba kam....." tangan Arga tiba-tiba membekap mulutku.
"Sssst..
Udah ya. Ini prewedding jitter kamu kok
gini banget sih? Jangan nangis lagi, oke? Janji ya, hari ini hari terakhir kamu
nangis di depan aku. Karena besok, yang bakalan ngusap air mata kamu, bukan aku
lagi. Aku udah nggak punya hak untuk itu. Dan lagi, jangan sampai deh aku liat
kamu nangis. Bisa aku tonjok nanti suami kamu itu. Masa udah berhasil menikahi
kamu, tapi masih bikin kamu nangis..." Aku tersenyum mendengar kalimat
Arga.
"Terus,
kalau kamu yang nangis gimana?" tantangku. Arga tergelak.
"Diih..
emang aku cewek? Eh salah. Emangnya aku itu kamu? Kerjaannya nangis mulu."
"Iiih..
aku nangis mulu kan sejak pacaran sama kamu. Tau gitu, kita dulu nggak usah
pacaran aja ya.. Tetep sahabatan...."
"Yaaaa...
siapa suruh kamu maksa-maksa jadi pacar aku?"
"Ehh..
enak aja. Kelakuan kamu tuh udah kayak si Cina di film tadi tau.
Ngerayu-ngerayu, pake bilang simbol kerukunan umat beragama segalalaaah.
Huuuh... Kemakan rayuan kamu nih aku."
"Hahahaha...
Ya gimana dong? Prinsip aku, kita harus berusaha semaksimal mungkin sebelum
mengakui bahwa ada hal-hal di dunia ini yang nggak mungkin. Kita,
misalnya..." aku langsung terdiam.
"Hayoo...
mau nangis lagi ya??" Aku menggeleng.
"Enggak
kok. Emangnya kamu, cengeng...."
"Diih
kapan aku nangis?"
"Waktu
kita putus... Kamu nangis juga kan?? Bilangnya aku yang cengeng, padahal kamu
juga ikutan nangis. Ntar jangan-jangan besok pas aku akad nikah, kamu nangis,
lagi..." godaku.
"Hahahaha...
enggaklaaaaah. Aku nangis cuma sekali itu aja kok. Karena aku lagi agak kecewa
sama keadaan, sama keluarga, sama Tuhan.... Tapi ya, sekarang beda. Gini nih
kalau orang udah bisa ikhlas, ya bisa tetep senyum kayak aku gini...."
Arga menepuk dadanya, bangga.
"Tsk...
iya deeeh. Terseraaaaah. Hahahaaha... Udah ah. Yuk!!" Aku berdiri dan kali
ini gantian aku yang mengulurkan tanganku ke Arga yang mengerutkan keningnya.
"Kemana?"
"Party-laaaaah... si Lala udah nyiapin bachelorette party buat aku. Bentar lagi
mulai. Masa aku sebagai bintang utama-nya telat?"
"Tadi
katanya nggak mau... Dasar. Yaudah, kalo gitu aku nge-drop kamu aja ya. Males
banget ikutan acara cewek-cewek."
"Yeeee..
mana bisa gitu. Kamu itu kan maid of honor
aku. Ya wajib ikut dong..." kataku nggak sabar sambil menggoyangkan tangan
di depan mukanya, menunggu sambutannya.
"Haaaaaaaaah.....
" Arga menghela napas keras-keras. Dan dengan enggan menyambut uluran
tanganku. Kugenggam tangannya erat. Arga pun membalasnya. Sesaat kami hanya
terdiam dan saling pandang. Lalu sambil tersenyum, kami berdua berjalan
perlahan ke ruang depan dan membuka pintu. Aku melirik sekilas apartemen Arga.
Tempat dimana aku selalu menghabiskan waktu beberapa tahun terakhir ini.
Tertawa, menangis, terluka, bersuka...
Arga lalu mematikan lampu dan mendorongku keluar. Di ruang tengah, masih
berserakan tissue dan kotak dvd yang tadi kami tonton. Cin(T)a. Aku lupa
membereskannya. Ah, biarlah. Toh nanti, aku yakin Arga pasti bakalan menonton ulang
dvd itu.....
***
-->
--Terinspirasi dari film
"cin(T)a" dan kisah nyata seorang sahabat....
---Gambar diambil via googling :)))
2 comments:
renyah.. kriuk.
Ade: ............... emangnya makanan?? --" hahahahha....
Post a Comment