Monday, December 12, 2011

Tanpamu, (Bagaimana) Aku Akan Baik-Baik Saja?

Mia tertunduk lemas di depan tanah makam yang masih basah. Masih tercium wangi bunga-bunga yang di taburkan di atasnya. 

Delima Windardjati binti Ismail
10-10-1955  s/d  13-12-2011


Matanya yang bengkak sudah kering sejak menginjakkan kaki di pemakaman umum ini. Mungkin, seluruh persediaan air matanya telah habis akibat menangis sepanjang perjalanan dari New York kemarin.

Mia hanya duduk diam di atas tanah basah kecoklatan itu. Tak sepatah kata pun terucap dari bibirnya. Ironis memang, bila mengingat yang terbaring dengan tenang di hadapannya adalah ibu yang sudah tidak pernah ditemuinya selama 15 tahun. Ibu yang meninggalkannya sejak ia berumur 13 tahun. 

"Miaaa..." pundaknya ditepuk oleh seseorang perlahan. Mia menoleh. Tante Ratna, sahabat baik ibunya sudah ikut jongkok di sampingnya. Tante Ratna hanya diam. Memandang lama ke arahnya lalu berpaling menatap gundukan tanah di depan mereka. 
"Ini, Mi..." Mia menatap kosong ke arah tangan Tante Ratna yang terulur di depannya sambil menggenggam secarik kertas lusuh.
"Ambil Mi... Baca. Nanti Tante akan jelaskan semuanya. Kenapa mamamu dulu akhirnya memilih untuk melepaskanmu..." 
Perlahan tangan Mia bergerak meraih keras itu. Dibukanya dan dibacanya perlahan. Dalam hati.

'Walau aku seandainya harus hidup tanpamu, aku akan baik-baik saja, mam......'

Tulisannya. 15 tahun yang lalu. Yang dituliskan di dalam buku hariannya sehari menjelang sidang akhir perceraian kedua orang tuanya. Sehari sebelum ibunya tiba-tiba berkata di pengadilan bahwa beliau melepaskan hak asuh atas dirinya. 

Mia menatap Tante Ratna dengan pucat. "Iya, Mia.. Delima membacanya. Dia selalu berpikir bahwa kamu benar-benar membencinya. Apalagi dia menemukan kertas itu sehari setelah pertengkaran hebat kalian. Delima tau pasti kamu sangat sayang sama ayahmu, Mia. Makanya Delima rela melepaskanmu.."

Mia tertunduk diam. Perlahan meresapi ucapan Tante Ratna. Ingatannya mulai pulih. Halaman diary yang hilang. Sikap ibunya yang berubah. Perhatian berlebihan sang ayah yang tiba-tiba.

"Tante...," ucap Mia dengan susah payah, "tulisan ini belum selesai. Masih ada kalimat berikutnya yang terhapus dari sini...." 

Tante Ratna menatapnya bingung.

'Walau aku seandainya harus hidup tanpamu, aku akan baik-baik saja, Mam. Karna aku akan selalu memiliki cinta darimu.  Tapi Mam, karna aku cinta, bagaimana mungkin aku mau hidup tanpamu?'

Mia yakin dulu ia menuliskannya seperti itu...


(Cerita ini terinspirasi dari seorang teman. Yakinlah, semua pasti akan baik-baik saja..)

No comments: