Gelap.
Itu kata pertama yang ada di pikiranku saat tersadar dari tidur panjangku. Dengan lemah kucoba mengangkat tanganku, meraba-raba meski yang terasa hanyalah hampa.
"Dis? Kamu udah sadar?" sebuah suara lembut dan menenangkan menyapaku. Dengan usapan lembut di kepalaku. Aku langsung merasa lega. Segera aku buka mulutku, mencoba berkata sesuatu, tapi sebuah suara lain mengganggu konsentrasiku.
"Dis? Alhamdulillah.. Akhirnya kamu sadar. " kali ini belaian lembut di tanganku yang terasa. Aku urungkan niatku untuk membuka mulut dan bersuara.
Suara gaduh berikutnya dari mama dan papa tidak terlalu aku hiraukan. Begitu juga dengan kegaduhan saat dokter datang tak lama sesudahnya. Aku mengangguk seadanya dan menjawab secukupnya saat ditanya. Aku hanya terlalu sibuk berpikir. Siapa pemilik kedua suara merdu tadi? Kuputar kembali memoriku, ah!
Aldy dan Asta.
Ingatanku langsung beralih pada kejadian sebelum aku terbaring di rumah sakit. Aku sedang bersama Asta saat itu. Dalam perjalanan pulang sehabis merayakan ulang tahun temanku yang lain. Itu alasan yang aku katakan pada Aldy, pacarku. Kenyataannya, malam itu aku bersama Asta. Malam dimana kecelakaan itu terjadi, sesudah Asta menurunkanku di gang depan rumahku. Yang tidak aku mengerti, bagaimana mereka berdua bisa berada disini, pada waktu yang bersamaan?
Aaaaaaarrrrrggghhhhhhhh..!!!!!!!
Kepalaku semakin sakit. Dan kegelapan ini, sungguh menyiksa. Aku takut gelap. Sangat. Dengan gemas kuangkat tanganku perlahan. Mencoba meraih perban yang menutupi mataku dan membukanya dengan paksa. Sampai kedua suara itu menghentikanku.
"Dis, jangan..."
"Disty.. kamu ngapain? Perbannya belum boleh dibuka"
Aku terdiam. Ada belaian lembut dikepalaku. Aku tau itu Aldy, pacarku.
"Dis...tenang. Kamu udah nggak pa-pa. Aku disini buat kamu..." nada bicaranya terdengar agak dipaksakan dan kasar. Sesaat aku bingung, lalu kemudian aku ingat, ada Asta di situ.
Ah, Asta. Lelaki lain yang akhir-akhir ini sanggup menggetarkan hatiku selain Aldy. Ya Tuhan!
Tapi ternyata, ingatanku tentang Tuhan dan dosa hanya berhenti sampai di situ. Karena usapan hangat ditanganku, sukses membuyarkan konsentrasiku.
Ah sudahlah. Aku tidak perduli lagi.
Sengaja, kupegang tangannya. Di depan kekasihku. 'Mumpung masih di Rumah Sakit,' batinku.
Urusan lain, kupikirkan nanti. Sekarang, aku hanya ingin menikmati genggaman ini saja.
Based on:
RT @Olga_imoet: CINTAKU BUTA. Sengaja, kupegang tangannya. Di depan kekasihku. 'Mumpung masih di Rumah Sakit,' batinku. @fiksimini
1 comment:
ehmmm....
simpel tapi menarik..
i like it.. :)
Post a Comment