Monday, February 28, 2011

Missing you..

Dear you..
Don't you know?
Missing you is like living in a hell..
And yet, I still do...

Saturday, February 19, 2011

Last 19

Itu status bbm kamu loh...
Yup, it is the last 19.
Untuk aku, terutama.
So, Happy Birthday, you...
Wishing you all the best in the world... all the luck you can get...
And may God always be in your way to protect and to guide you...
Amien...
Well, sleep tight then..
Have a nice dream, birthday boy...

Monday, February 14, 2011

Mawar Putih yang Tak Pernah Terlambat Datang


Tok…tok..tok…
“Non Alma…”
“Ya mba? Masuk…”
Almaira Valentina Sucipto. Gadis manis berambut ombak sebahu itu tersenyum melihat mba Nah, pembantunya yang sudah dianggapnya sebagai kakak sendiri.
“Aku dah bangun kok. Ada apa?”
Mba Nah tersenyum melihat nona-nya berwajah ceria. “Saya bukannya mau ngebangunin kok, non. Tapi mau ngasih ini..” mba Nah menjulurkan setangkai bunga mawar putih ke arah Alma.
“Ini dari..?” mba Nah mengangguk mantap sebelum Alma selesai berbicara.
“Iya non. Mawar yang sama. Yang setiap tahun selalu datang. Tapi sudah 2 tahun ini absen, non.”
Alma menatap mawar itu cukup lama, sebelum menciumnya perlahan.
“Karna aq punya pacar, 2 tahun belakangan ini. Dan sekarang, saat aq sudah putus, mawar ini datang lagi. Begitu kan ya mba?” Alma mengajukan pertanyaan perlahan tanpa mengharapkan jawaban.
“Non, selamat ulang tahun yaaah… selamat hari palentin juga..” mba Nah berkata pelan, takut mengusik lamunan nona-nya.
Alma hanya tertawa. “Makasih mba.. tapi ini namanya Valentine, bulan palentin… hehehhe…Udah ah, turun yuk, ayah sama bunda udah bangun belom?”
Mba Nah mengangguk.
“Almaa… Happy birthday sayang..” sapa bunda dari meja makan saat melihat Alma turun tangga.
“Met Ultah ya nak…” ayah juga turut menyalaminya sambil melipat koran yang tengah dibacanya.
“Makasih Yah.. Bun..” balas Alma sambil mencium kedua orang tuanya.
“Itu mawar dari mana Al?” tanya bunda saat melihat mawar putih yang dipegang Alma.
“Mawar yang biasanya, bun..”
“Ooooh, mawar yang dulu sering ada tiba-tiba di kotak pos kita Al? yang datengnya pas ultah kamu? Yang kamu bilang dia ngerayain ultah dan valentine khusus buat kamu itu?”
“Iyah. Mawar yang selalu datang cuma tiap aku lagi jomblo, bun…”
“Oooooh, lo jomblo lagi Al?” suara Rayan, abang satu-saunya Alma terdengar dari belakang mereka.
“Mas Rayan!! Kapan datang dari Sydney??? Kok aku nggak tau??” Alma memekik senang sambil meloncat memeluk abangnya itu.
“Hei hei… hehhehe.. kamu makin berat aja Al.. “ goda Rayan sambil mengacak sayang rambut Alma.
“Huuuuh… dateng-dateng bukannya ngasih kado malah nyela aku..” Alma dengan cepat melepaskan pelukannya dan memasang muka jutek.
“Hahahaha… umur udah 23 masih aja kolokan. Hehehe.. nih, kadonya. Happy birthday yaaaa…” Rayan menyerahkan sebuah kotak kecil dihadapannya.
“Asiiiik.. gitu dong mas. Hehehe.. makasih… oh iya, kado dari ayah sama bunda udah aku terima juga. Makasih yaaa.. senangnya. Biar jomblo pas Ultah n Valentine aq tetep bahagiaaa… hehehhe…. Ada ayah, bunda, Mas Rayan yang aq tau sengaja pulang ninggalin kerjaannya di Sydney Cuma buat ngerayain ultah aq, ada mba Nah juga, daaan… ada si pengirim mawar putih ini..” keempat pasang mata itu langsung menatap mawar putih yang tergeletak di atas meja makan itu.

***

3 tahun kemudian,
“Al, congrats yaaah… Aku kaget loh waktu kamu telpon minggu kemaren. Mau lamaran segala. Kamu pacaran ama Adga belom ada setaon kan yah? udah siap nikah nih? 4 bulan lagi loh. Hehehehe…” goda Mira, istri Mas Rayan. Alma Cuma nyengir.
“Oya, happy birthday and happy Valentine’s day too… enak banget sih kamu, tunangan bisa dibarengin gini…” Mira memeluknya erat.
“Tengkyu… ini ide bunda, mbak. Kata bunda biar sekalian ajah. Jadi nggak repot-repot..”
“Hehhehe.. enak juga yah jadi kamu. Oh ya, brarti tahun ini kamu nggak dapet mawar putih lagi dong?” Alma terdiam. Mawar Putih?
Alma langsung menoleh ke arah Mira. “Mbak tau tentang mawar putih?”
“Heeh.. mas mu yang cerita. Katanya kamu tuh dari kelas 1 SMU selalu dapet mawar putih. Adanya di dalam kotak pos, pagi-pagi setiap tanggal 14 Februari. Gitu kan?”
Alma mengangguk.
“Ampe sekarang kamu masih nggak tau siapa yang ngirim Al?”
“Aku nggak tau dan aku nggak berusaha nyari tau. Buat aku, dia itu penyemangat aku. Dan menurut aku, lebih baik aku nggak tau siapa dia..”
“Kenapa? Kamu takut kalau si mawar putih itu nggak sesuai dengan harapanmu?”
“Ng.. nggak gitu juga sih. Entah kenapa aku Cuma pengen mempertahankan hubungan aku sebatas ini dengan dia. Like mas Rayan said, my secret admirer..” Alma nyengir.
“Hmmm… jadi kamu beneran nggak dapet mawar putih nih taun ini?”
Alma Cuma mengangkat bahu.
Mira mengamati wajah adik iparnya. “Kamu sedih ya? Kecewa?”  Alma mangangkat alisnya sebelah.
“Karna mawar putih yang nggak pernah datang terlambat itu, sampai sekarang nggak datang-datang juga? Mungkin..” Alma menghela napas.
“Sebenernya sih aku pengen mawar itu datang di hari bahagiaku juga. Mungkin selama ini dia datang pas aku sendiri, jomblo, jadi dia bisa menghibur aku dan bikin aku ngerasa kalo aku masih punya seseorang yang sayang dan peduli sama aku. Menurutku itu tujuan utamanya. Tapi aku juga pengen dong, disaat aku bahagia kayak sekarang, mawar itu datang, sebagai ucapan selamat karna aku akhirnya bisa nemuin orang yang bisa bikin aku yakin buat nemenin aku menjalani hidup. Salah nggak si mbak?” tanya Alma.
“Perasaan kamu gimana si waktu dapetin mawar itu pertama kali?”
“Ng… Surprise. Mawar itu pertama kali datang sehari setelah aku putus sama pacar pertama aku loh. Aku nangis semaleman waktu itu. Antara sedih dan jengkel juga. Masa pacarku tega banget si mutusin aku sehari sebelom ultahku dan hari Valentine?? Kesel kan???  Dan mawar itu tiba-tiba ada. Awalnya disertai kartu loh, mba. Tulisannya ‘Jangan sedih, manis. Tuhan selalu ngasih kamu yang terbaik’ Sweet banget kan mbak?? Terus tahun berikutnya dan berikutnya.. selalu, setiap aku jomblo, mawar itu selalu datang. Selalu pagi hari. Nggak pernah sekalipun telat datangnya. Tapi, kalo aku punya pacar, mawar itu nggak datang. Aneh ya? Tapi aku nggak perduli. Aku Cuma seneng ada yang sayang dan perduli sama aku,” jelas Alma dengan mata berbinar.
“Kamu cerita soal mawar ini ke Adga, Al”
“Heeh.. dan dia nggak masalah. Malah dia bilang aku beruntung.”
“Ok. Kamu mau aku ceritain sesuatu nggak? Satu rahasia, yang menurut aku udah saatnya kamu tau,” bisik Mira sambil menatap Alma penuh arti.

***

Malamnya,
Alma menatap langit-langit kamarnya. Selesai sudah acara hari ini.. hari yang sangat berkesan baginya. Pesta pertunangan, ulang tahun dan hari Valentine dirayakan bersamaan. Alma benar-benar merasa beruntung dilahirkan didunia ini. Punya keluarga yang baik dan perhatian, dan pacar yang selalu mengerti dan sabar akan semua kekeraskepalaannya. Alma yakin, susah mencari orang yang lebih bahagia dari diinya saat ini. Hanya satu yang menggganjal pikirannya. Mawar putih… Legakah dia? Kecewakah dia? Begitu mengetahui siapa sesungguhnya si mawar putih itu, bagaimanakah perasaannya?
“Huuuufhh…” Alma menghela nafas panjang. Akhirnya Alma memutuskan untuk turun kebawah. ‘Mungkin secangkir teh hangat bisa membantunya rileks.
Tapi alangkah terkejutnya Alma, ketika dia membuka pintu ada sesuatu yang tergeletak didepan pintunya.
“Mawar putih….” Lirih Alma sambil memungut mawar itu beserta kartu kecil disampingnya.
‘Alma.. selamat atas pertunangan kamu. Semoga kamu selalu berbahagia. Mungkin ini adalah mawar terakhir yang akan datang padamu. Tapi, kamu hanya cukup mengingat akan mawar-mawar putih yang selalu ada selama ini, untuk meyakinkan hatimu disaat kamu sedih, bahwa kamu tidak dan tidak akan pernah sendiri didunia ini.  Terlau banyak orang yang menyayangimu dan ingin melihatmu bahagia. Wujudkan mimpi kami semua, Alma.. berbahagialah.. untuk kami dan untuk dirimu..”
Alma terdiam menatap kartu itu. Air matanya mulai menggenang. Samar-samar diingatnya percakapan dengan mbak Mira tadi siang.
‘Kamu tau Al, dulu mas-mu sering sekali ngirimin mawar putih ke dalam kotak pos aku pas hari Valentine. Selama 8 tahun kami kenal dulu, sebelum kami menikah, tidak sekalipun mawar itu absen datang. Makanya, waktu aku tau kalau kamu juga selalu kedatangan mawar putih setiap tanggal 14 Februari, aku curiga. Tapi mas-mu nggak ngaku. Dia tetap bersikeras kalau bukan dia yang mengirimu mawar itu. Dia hanya bilang, kalau tradisi pengiriman mawar putih itu diajarkan oleh ayah bunda kalian. Karna menurut bunda, bunga yang paling cocok untuk menunjukkan kasih sayang yang tulus hanya mawar putih.
Nah, menurutmu, siapa selama ini yang selalu tulus sayang sama kamu, nggak perduli bagaimana keadaan kamu? Menurutku, orang itulah si mawar putih-mu sesungguhnya. Seperti mas Rayan-mu ke aku, yang selalu setia menungguku selama 8 tahun.
Si mawar putih-mu, siapapun dia-, pasti punya alasan mengirimkan mawar putih itu. Mungkin sebagai kado ulang tahun, atau bisa juga karna pada hari Valentine ini, semua orang bisa dengan lebih bebas mengekspresikan rasa sayang mereka. Walaupun -seandainya kalau kamu sudah bisa menebak siapa dia-, aku yakin kamu juga mengerti bahwa tidak perlu hari khusus untuk orang itu menunjukkan rasa sayangnya ke kamu. Iya kan?’
Alma masuk lagi ke dalam kamarnya. Diambilnya secarik kertas putih dan bolpen. Kemudian ia mulai menulis,
‘Dear Mawar Putih…
Terima kasih atas semua mawar yang tak pernah sekalipun terlambat datang selama 8 tahun ini, di setiap masa-masa tersuramku. Entah bagaimana, kehadiranmu selalu menjadi penyemangatku untuk bisa terus bertahan selama ini. Di samping semua dukungan keluarga dan sahabat-sahabatku tentu saja. Nggak banyak yang bisa aku ungkapkan untuk mewakili perasaanku saat ini. Tapi satu hal yang bisa aku janjikan. Aku akan bahagia.
Mungkin aku terlalu sombong untuk menjanjikan hal itu. Tapi, entah bagaimana, aku yakin bahwa dalam keadaan seburuk apapun aku akan mampu berbahagia. Just keep watching me silently, everyday, and you’ll know that I am happy… ‘
Dibacanya surat itu sekali lagi sebelum dilipatnya dan dimasukkan kedalam amplop.
Alma tersenyum kecil. Dia yakin kalau dirinnya bahagia. Saat ini. Dan masih banyak lagi kebahagiaan yang menantinya. Dia hanya perlu terus berusaha dan bersyukur.
Alma beranjak keluar kamar dan berjalan ke lantai bawah. Sampai di depan pintu salah satu kamar dirumah itu, Alma berhenti. Ditariknya napas perlahan dan berkata lirih,
“Makasih Bunda.. Ayah.. Mawar putihku..”
Kemudian perlahan, diselipkan amplop putih itu dibawah pintu kamar kedua orang tuanya. Alma tersenyum lagi dan berbalik.
‘Aaaaah, bakalan mimpi indah deh malam ini…’ Alma bersenandung kecil sambil berjalan kekamarnya.


***


(Cerita ini aku persembahkan untuk keluargaku tercinta... yang selalu ada untukku, mendukungku, dan menyayangiku setiap saat..kapanpun dan dimanapun.. Love you Mom, Dad, Mas 'Kebo'.. ^_^ )

Tuesday, February 08, 2011

It Is What It Is..

Someone –who should not be mention but- special, once told me this:
(You wouldn’t mind if I share this words, right  “B”?)

I may never find all the answers,
I may never understand why,
I may never prove what I know to be true,
but I know that I still have to try…

Just try your best..
If you fail…
If you feel you’re left behind..
If you think that you’re not worth it…
Just remember..
God knows that you’ve tried….
 

Saturday, February 05, 2011

Untukmu

Apa yang menarik dari tenggelamnya mentari?
Hanya cahaya keemasan yang menyilaukan
Membutakan mata dari gulita malam

Engkau yang ternama
Tersenyum tanpa mampu berucap
Hanya duduk dalam diam
Menunggu…

Kejar  aku,
Dengan sorotan hampa dari matamu
Dengan rintihan perih dari hatimu
Membawa sesal yang menyelimuti luka

Sadarkan aku,
Dari ilusi samar yang mendorongku untuk berlalu








Friday, February 04, 2011

Hello again, you!

Aku tuh sebenernya termasuk orang yang gaptek. Pertama kali ngerti internet aja pas udah kuliah. Telat banget deh. Itu juga, kalo seandainya dulu cara-cara pengiriman cerpen atau tulisan-tulisan ke majalah nggak make email, kayanya sampe sekarang aku tetap gaptek deh. Hehehehe…
Begitu aku udah punya email sendiri, baru deh aku mulai ngikutin tren. Bikin Friendster. Walo semua testi yang aku terima rata-rata nyela aku. “Hari gini baru bikin FS?? Kemane aja neng???” yaaah… semua yang bernada menghina gitulah. Hahahaha…
Nah, mungkin juga gara-gara itu, aku makin sering nonkrongin laptop. Untung aja dulu, saat aku tinggal di kostan, internetnya lancar jaya. Jadi deh kecanduan internetnya.
Gak cuma FS, tapi FB, MySpace, Blog, dan semua jenis “social network” itu aku cobain. Dari yang tiap hari aku mainin, aku update, sampe yang hanya aku buat karna iseng. MySpace contohnya. Bahkan nama-nya aja aku lupa. Hihihihihihi….
Sampe yg paling happening saat ini, Twitter. Emang okeh si, sebenernya. Apalagi buat orang kayak aku ini, gak suka baca Koran dan nonton tv. Yaudahh deh, tinggal buka twitter ajah. Update deh beritanya. Hehehehehe…
Dan ada kejadian yang bikin aku seneng udah punya twitter.
Hmmm.. sebenernya, fungsi semua social network macam FS, FB bahkan Twitter itu kan mirip-mirip ajah. Untuk memperluas pergaulan, nyari temen baru, dan keep in touch dengan teman lama.
Dan untuk aku sendiri, as a person who always moved in to a lot of places since I was a kid, sarana-sarana social network itu sangat berguna. Karna temen-temen aku tersebar dimana-mana. Dari Sorong, Batam, Jakarta…  Lagipula, setiap orang pasti punya kan teman-teman istimewa yang nggak pengen mereka lupain?
Aku juga. Aku punya sederetan nama teman-teman terbaikku. Sebenernya, aku sih pengennya bilang, kalo kedekatanku dengan mereka itu, nggak ada hubungannya sama sekali dengan masalah cinta-cintaan. Tapi, kalo orang ngeliat datar nama temen-temenku itu, pasti deh pada nggak percaya. Hehehehhe.. Yup, karna 80 % dari mereka adalah laki-laki. :p
Hey, I just love making a new friends, okay?? Lagian aku tuh dulu waktu kecil tomboy berat. Kerjaanku berantem ama anak cowok. Secara, aku dari kelas 1 SD udah ikutan kursus bela diri. Trus hobi aku adalah semua hal yang berhubungan dengan dunia laki-laki. Main bola, main kelereng, manjat pohon, sampai ikut-ikutan mandi hujan di depan rumah sama anak-anak sekomplek. But don’t get me wrong. Bukan berarti aku nggak punya temen cewek. Aku ini adalah pembela keadilan di kelasku. Dulu, waktu aku SD di Sorong, selama 5 tahun, aku selalu menjadi ketua kelas. Kerjaku ya itu tadi, kebanyakan ngebelain anak-anak cewek dari kenakalan anak cowok yang iseng. Taulaah gimana kelakuan anak SD. Apalagi di kelasku banyak anak-anak dari perkampungan Irian. Beuuuh… nggak heran deh kalo aku jadi luar biasa galak, untuk mengimbangi mereka. Hahahaha… Pokoknya, anak-anak cewek di kelasku itu paling suka nempel sama aku. Karna aku adalah pembela keadilan. Hihihihi.. berasa komik jepang banget ga siiih??? :p Lagian, sebenernya aku ini juga cewek tulen kok. Aku suka tuh sama yang namanya boneka. Aku bahkan sempet punya banyak koleksi boneka Barbie. Aku juga nggak keberatan kok kalo diajakin main rumah-rumahan ato main putri-putrian. Hihihihihi… Double personality gitu deh...
Oke, back to the “Social Network” thing.
FS, FB, Twitter, and many other kind of The Social Networks, really helped me to get through to my old friends.  Cewek maupun cowok. Sayangnya gak semua bisa aku temuin. Apalagi klo mereka termasuk dalam deretan orang gaptek yang bahkan nggak punya FB. Even Mbah Google can’t help. Hhhhhhh…..
Sampe, kira-kira 2 atau 3 malam yang lalu. Aku yang akhir-akhir ini sering merasa galau, akhirnya mutusin buat browsing-browsing internet. Yaaaah, daripada bengong trus stress sih. Hehehehe…. Dan aku tiba-tiba ingat ama temen-temen aku, yang dulu aku coba cari tapi masih belom nemu.
Jujur, aku sendiri sebenernya nggak tau juga apa alasannya, aku tetap kekeuh buat nyari-nyari mereka. True, they were my friends, back then when we were in the elementary and middle school. Tapi toh, masih banyak juga kan temen-temenku yang lain?? Hmmm….
But then, I finally realized, the main reason, why I’m so persistent on finding them. We were a close friend. We shared some unique stories together. At least, for me it was unforgettable. Either, it’s a good story or a bad story. Contohnya nih,
Si A. aku kenal dia di kelas 6 SD. Kita nggak sekelas, tapi kita berdua saat itu adalah wakil sekolah yang dikirim untuk ikut lomba, yah semacam cerdas cermat gitulah, tapi berdasarkan mata pelajaran. Aku di bidang Ilmu Pengetahuan Umum, dan dia Ilmu pengetahuan Alam. Kita deket, karna selama beberapa bulan kita selalu sama-sama. Belajar bareng, bersenang-senang bareng saat kami menang, juga bersedih bareng saat kami kalah.
Lalu ada si B. Eheem.. No, no and no. ini bukan tentang si ‘B’ yang ada di postingan aku sebelumnya. Ini beda orang dan beda jaman. Hehehe.. Aku kenal dia di tempat les bahasa Inggris, yang terpaksa aku ikuti setelah aku pindah dari Sorong. Kenapa terpaksa?? Karna, dulu aku nggak pernah merasa bodoh sampe harus diles-in segala. Dan jujur, les bikin waktu bermain aku jadi berkurang. Tapi aku terpaksa ikut les itu. Karena, aku, yang anak pindahan dari Sorong ini, sama sekali nggak bisa bahasa Inggris. Just, “yes” and “no”. That’s all. Parah?? Banget.
But hey, we’re talking about Sorong, ± 15 years ago. Ga ada sekolah, terutama SD, disana yang ada pelajaran bahasa Inggrisnya, tau. Dan begitu aku pindah ke Batam, temen sekelasku yang baru, rata-rata pada jago. At least menurut aku waktu itu. Hehehehe… jadi, yasudahlah yaaaa… Terpaksa deh aku les. Nah, si B itulah yang sering ngajarin aku. Dia itu turunan bule. Jadi sebenernya dia di tempat les itu bukan buat belajar bahasa Inggris. Aneh ya?? Tapi, secara dia keponakan direktur yayasan di tempat les itu, yaudah. Dia masuk-masuk aja deh. Malah ikut-ikut bantu ngajar. Contohnya ngajarin aku. Hihihihi… dan dia baiiik banget. Lucu. Matanya agak biru-biru gimanaaa gitu :p pokoknya selama 1 tahunan kenal, buat aku tuh, “she”really was an angel. Hohohohoho….
Terus ada si C, si D, si E, si F, de el el………… sampe akhirnya si P.
I finally found him!!!!
Kaya judul lagu romantis yah?? Hahahahahaha… nggaklaaah. Hubunganku ama dia dulu murni temenan. Nggak ada romantis-romantisannya sama sekali. Seingatku sih gitu. Iya kan, P?? hihihihihi…
As far as I can remember, he was my very first close friend, who accidently happened to be a boy. Well, actually I was gonna use the word ‘boyfriend’, tapi ntar takut ambigu lagi. Hahahahhaa….
Dia putih, seingatku. Paling putih diantara teman sekelasku yang kebanyakan berasal dari penduduk asli Irian dan transmigran dari Jawa. (uuupsss… ga bermaksud SARA loh yaaa.. )
Dan dia pintar. Itulah pertama kali dalam hidupku, aku kenal sama yang namanya persaingan sehat. Aku selama ini selalu ranking satu di kelas. Gak pake belajar pun aku tetap jadi yang paling pintar. Nah, si ‘P’ ini, bikin aku merasa terancam. Aku lupa gimana kejadian persisnya. Yang jelas, sejak kedatangannya di kelasku sebagai murid pindahan, (yang dulu nih ya, dulu, menurut aku tuh agak-agak belagu gitu. Apalagi anaknya pendiem, tampangnya songong. Sekarang si orang bilangnya klo tipe semacam itu cool. Iiiih, bakalan GR berat tuh anak kalo dia baca :p) aku seperti nemuin rival yang seimbang. Kita selalu bersaing di kelas. Yah, walopun pada akhirnya aku juga yang menang sih. Aku tetap  si Juara Kelas kan?? At least sampe aku pindah dari Sorong. Hahahaha..
Well… kita berdua itu saingan, temen sederetan bangku (karna dia duduk persis dibelakang aku, klo nggak salah :p), dan juga temen satu antar jemput. Hubungan kita juga nggak terlalu deket kan yah? We didn’t really know each other. Not that much. Tapi kenapa aku bisa hapal nama panjang dia ya? Susah loh, buat anak kecil yang nggak bisa bahasa Inggris untuk ngapalin nama yang sok-sok’an kebule-bulean kayak namanya itu. Hahahaha….
Dan beberapa malam yang lalu itu, setelah iseng bertanya pada mbah Google, jreeeng jreeeng…!!!! Munculah namanya si P itu. Banyak. Dalam artikel-artikel surat kabar. Awalnya aku ragu. Ini beneran dia nggak sih?? Kok kayaknya ngetop amat. Agak-agak nggak percaya gitu… hihihihihi…
But it was really him. Dokter juga. Sama kaya aku. Hmmm… such a beautiful coincidence, rite?
He’s changed. A lot. I definitely won’t recognize him, if he didn’t sent me his picture. Dan tentu aja, aku juga berubah. I am prettier. Much more prettier. Well, kalo dia nggak percaya, aku suruh tanya ke pacar aku aja kali yah??? Hahahahhaa….
Aku bukan lagi anak kecil berambut panjang, yang gendut yang sering dia kata-katain dulu (hey, aku KURUS sekarang!!), dan hobi berantem ama cowok, walopun masih tetap judes dan galak. Hahahaha… And yes, cita-citaku masih sama. Yaaah, melenceng-melenceng dikitlah. Dari Dokter ke Psikiater. Toh sekarang aku tetep berjuang. Pretty much the same as he is right now.
You know, P, (kalo kamu baca :p), it was really great to finally “met” you. And it was absolutely a nice chat, also. Kamu masih asik sebagai temen ngobrol, masih suka becanda, dan masih tetep suka nyela aku, persis seperti yang aku ingat tentang kamu dulu. Oh iya, ada bedanya sih sekarang. You are unbelievable narcist!  Hahahaha…
Nanti, kalo seandainya aku keterima PPDS di universitas kamu itu (amien Ya Allah, amien), BE  NICE to me, okay??
Ntar aku kenalin deh ke pacar aku yang bilang aku cantik ituh.. hahahahaha,,,, Terus kenalin juga ke pacarmu yah. Biar aku bisa ngebongkar jelek-jeleknya kamu waktu SD ke dia. Hihihihihihi….
Well, it’s all thanks to Twitter, I guess. Moga-moga aja besok-besok aku bisa nemuin teemen-temenku yang lain lagi. Toh, teknologi pastinya akan terus bertambah canggih kan yah?
Sooooo, Hello again, You!




(Postingan ini mestinya buat tanggal 2 Februari. Tapi yaaa, better late than never, rite?) 

Tuesday, February 01, 2011

10

-Semacam Cerpen Curcol dengan Bumbu2 yang Mempermanis Kenyataan yang Pahit-


Cc:
Subject: My First and Last Love letter for you

Attach files ; Undangan Pernikahan


Dear B,

Tahun ini, genap 10 tahun lamanya sejak pertemuan pertama kita. Aku sih yakin kamu pasti nggak bakalan inget. I might’ve just forgot as well if the person wasn’t you.
You had me at Hello….” kata Dorothy dalam film Jerry Maguire.
Well, you did that too.
Iya, saat kamu pertama kali menyapa aku, di lapangan olahraga SMU kita. Kamu dengan pakaian olahraga hitam putihmu itu, datang mendekat kearahku yang sedang terkagum-kagum menyaksikan kelihaianmu memasukkan bola basket itu ke dalam ringnya.
Kamu berjalan pelan ke arahku. Sumpah, saat itu aku sudah GR setengah mampus. Aku bener-bener mikir kalo kamu pengen kenalan sama aku. Hahahaha…
Dan ternyata, kamu memang menyapa. Tapi bukan aku. Kamu menyapa salah satu dari teman-temanku yang sedang duduk bersamaku. Kamu menyapanya, yang baru saja, 3 menit sebelumnya menjadi tempatku bertanya tentang sosokmu. Karna kalian teman satu eskul di Paskibra kan?
Kebetulan? Mungkin. Bisa saja itu memang kebetulan bahwa kamu kenal dengan sahabat baruku itu. Bisa saja itu kebetulan bahwa, saat itu aku tidak memilih untuk makan di kantin, tapi lebih memilih menemani salah satu dari sahabat baruku, yang ingin melihat aksi pacarnya di lapangan (iya, kamu satu kelas dengan pacar sahabat baruku itu), sambil duduk dibawah pohon di pinggir lapangan olahraga sekolah kita. Dan bisa saja itu hanya sekedar kebetulan, bahwa bola basket yang baru saja kamu lempar -dan masuk- ke dalam ringnya itu, lalu menggelinding ke arahku dan berhenti persis di sebelah kaki kananku, satu menit setelah aku berhasil mengetahui namamu.
Kalau meminjam kalimat Raditya Dika, berarti semua kebetulan-kebetulan itu adalah kerja dari semesta yang ingin mempertemukan dua orang, entah untuk dipersatukan dikemudian hari, atau hanya sekedar sebuah pertemuan biasa.
“Hei Mel,” sapamu ke sahabat baruku.
Aku hanya mampu terdiam saat mendengar suaramu. Terpesona, lebih tepatnya.  Selama ini, ga sering aku nemuin orang yang enak dilihat sekaligus enak didengar. Ngerti?
Gini, kalo kita dengerin radio, rata-rata penyiarnya adalah orang yang memiliki suara yang enak di dengar. Renyah, lembut, merdu, ngebass, etc,etc..
Tapi, belom tentu penampilannya seenak suaranya. No offense yaaah.. bukan berarti penyiar radio ga oke. But sometimes, setelah mendengarkan suara semerdu itu, aku jadi berharap lebih. Hmm.. manusiawi kan yah?
Ok, enough with that radio thing.
Kamu, hmmm... nggak susah menjelaskan bagaimana perawakanmu. Kamu tinggi, putih, tidak gendut ataupun kurus, rambutmu hitam pendek-hingga terkesan acak-acakan, barisan gigimu rapi, bola matamu berwarna kecoklatan, dan hey, one thing that I love most bout your face, kamu punya lesung pipit. Di kedua pipimu.
I really envy you, you know.. Kamu ga tau kan, betapa kepengennya aku punya lesung pipit. Sampe aku sempat berangan-angan, nanti kalo aku punya anak, begitu lahir pipinya akan aku tusuk-tusuk dengan cabai, pelan-pelan tentunya. Itu kata orang-orang tua jaman dulu sih. Tapi siapa tau nanti kalau besar anaknya jadi beneran punya lesung pipit.
Dan kamu, kamu bahkan punya dua. Tapi yaa sudahlaaaaah… it really looks good on you, though. Terutama saat kamu tersenyum dan tertawa.
Dan suaramu, apa yah sebutannya??
Merdu? Renyah? Hmmmm… I don’t even know which word should I choose to explain bout your voice.
Yang jelas, sejak saat itu, cuma suara milikmulah yang selalu aku harapkan untuk menjadi pengantar tidurku. Dan kamu nggak perlu menyanyikan sebuah lagu untukku. Karna cukup dengan ucapan “Met tidur” atau “Sweet Dream” darimu, sudah bisa membuat aku terlena dan terlelap.
Tak butuh waktu lama bagiku, untuk jatuh dalam semua pesonamu. Segera setelah kamu menoleh ke arahku, tersenyum, menyapaku lembut, dan jongkok di sampingku, well, you got me.
Setelah pertemuan pertama kita itu, kamu pasti tau entah sudah berapa kali aku mempermalukan diriku sendiri untukmu. Hahahahaha… lebay sih. Dan aku cuma bisa geleng-geleng kepala mengingat betapa agresifnya aku dulu, dalam berjuang demi ngedapetin perhatian kamu.
But hey, I did it!!
Kamu bersedia membagi waktumu untukku. Kamu mau tersenyum untukku saat aku bahagia. Dan kamu bahkan rela meminjamkan dadamu untuk tempatku menumpahkan semua air mataku.
Kalau mengingat itu semua, aku merasa semua usahaku nggak sia-sia.
Meskipun aku harus menanggung malu karna keisengan sahabat-sahabatku, yang menuliskan ucapan selamat hari Valentine di Mading sekolah untukmu, dengan memakai namaku.
Meskipun aku harus menerima pelototan dari senior cewek yang kebetulan naksir sama kamu, dan nggak terima melihat kamu dengan santainya menerima coklat dariku tanpa menerima coklat pemberiannya, di depan matanya.
Meskipun aku harus bersusah payah datang ke sekolah pada saat demamku 390 C, hanya untuk memberikanmu kado ulang tahun yang sudah aku persiapkan jauh sebelumnya, dan berakhir dengan aku yang pingsan dan terpaksa pulang lebih cepat.
Meskipun aku hanya bisa dengan diam-diam menyebutmu sayang.
Yayayayaya… kita dulu backstreet. Aku sendiri juga masih nggak ngerti. Kenapa dulu aku menyimpan rapat-rapat tentang hubungan kita. Hmmm… Tiga bulan kebersamaan kita.
Aku suka angka tiga. Aku lahir pada tanggal tiga. Sunnah Rasul juga tiga, katanya.
Tapi aku benci ketika mengetahui bahwa angka itulah yang dipakai untuk menandai kebersamaan kita. Kenapa hanya sekedar tiga? Dan kalau memang harus dimulai dengan angka tiga, kenapa tidak 30? Atau 300? Atau 3000?
Kenapa hanya 3??
Dan hanya dalam hitungan bulan. Bukan tahun, bukan dekade, dan bukan pula abad.
3 bulan. Kamu hanya mengijinkanku untuk masuk ke dalam hidupmu dalam waktu yang sesingkat itu.
Well, aku, yang memutuskan untuk pergi. Don’t get me wrong. Bukannya aku nggak bahagia. Aku bahagia. Sangat.
Aku hanya telat menyadari satu hal.
You didn’t love me.
Aku terlambat menyadari adanya konspirasi antara sahabatku-pacarnya-dan kamu. Iya, kamu. Jujur, kadang-kadang aku nyesel loh menjadi orang yang terlalu peka.
Karna aku langsung bisa menyadari bahwa waktu 3 bulan yang kamu sediakan untukku, hanyalah bagian dari kebaikan hatimu. Seandainya aku nggak sadar, mungkin setidaknya aku bisa merubah angka 3 itu menjadi setidaknya, yaaaah 4 atau 5 mungkin? Hehehhee…
Tapi tetap saja, harga diriku tidak mengijinkannya. Aku nggak bisa terima kalau ternyata akulah orang yang membuat hidupmu susah –kalau memang mencintaiku susah untukmu-.
Karna aku adalah salah satu dari banyaknya orang yang ingin kamu berbahagia.
Jadi aku memilih pergi. Dari hubungan yang memiliki ikatan itu, tapi tidak dari hidupmu.  Boleh kan aku sedikit egois? Bagaimanapun juga, aku mencintai diriku sendiri. Dan aku tahu, saat itu, aku sangat butuh kehadiranmu.  Keberadaanmu.
Aku, kamu.. kita berhasil melalui hari-hari kita dengan baik kan?
Aku tidak pernah membuatmu susah kan? Malah seingatku, kamu yang sering membuatku menangis. Hahahaa.. jangan kaget. Kamu mungkin tidak tahu atau hanya pura-pura tidak tahu. Entahlah. Tapi sungguh, mencintaimu itu melelahkan.
Aku bertahan bukan karena aku tegar. Aku justru bertahan, karna aku lemah. Disaat hidupku berada di bawah roda kehidupan, dan semua kegilaan menerpaku, keberadaanmulah satu-satunya hal yang bisa membuatku tetap waras. Aku butuh kamu. Untuk diriku sendiri. Dan dengan egoisnya, aku tetap bertahan mencintaimu.
Toh kamu nggak pernah protes. Kalau boleh jujur, aku tahu kok, terkadang kamu merasa bersyukur dengan adanya aku. Karna aku bisa menjalankan peran sebagai seorang teman yang baik dengan sempurna. Mau bukti? Baiklah…
Kamu pasti nggak akan pernah lupa, hari Rabu itu, disaat langit sedang berwarna kelam, sekelam warna yang bisa mewarnai langit di pagi hari.
Kamu, datang ke dalam ruanganku. Iya, saat itu aku sedang bertugas untuk menyiapkan bahan siaran untuk nanti siang. Kamu inget kan kalo aku penyiar radio sekolah?
Well, kamu datang. tersenyum padaku seperti biasa. Menyapaku seperti biasa. Salahku yang tidak memperhatikan dirimu seutuhnya. Aku lalai mengetahui ada yang aneh dengan senyumanmu di pagi itu. Hanya itu. Dan kamu berlalu dari hadapanku. Temanmu yang datang beberapa saat setelahmu menitipkan sesuatu padaku. Katanya itu pesan untukmu. Dan aku, yang tidak pernah bertugas di hari Rabu siang, tak pernah tau apa isi amplop yang temanmu berikan itu, sampai aku mendengarnya sendiri pada siang harinya.
Pupus. Kamu mendapat kiriman lagu itu. Untukmu, dan untuk seorang perempuan. Yang aku tahu telah menolakmu, dan memilih laki-laki lain. Saat itu aku hanya bisa berlari. Aku nggak bisa memikirkan hal lain kecuali kamu. Aku harus melihat kamu. Just to make sure that you were okay.
Dan disitulah kamu. Dilorong depan kelasmu. Kamu hanya berdiri. Diam. Bersandar di dinding. Kamu menoleh begitu mendengar langkahku. Tersenyum padaku.  Diam disaat aku hanya bisa terdiam melihatmu. Dan akhirnya kamulah yang memecah kesunyian diantara kita, yang hanya diiringi lagu Pupus itu.
I’m okay..’” katamu. Dan aku hanya bisa mengangguk. Tanpa ada kata-kata terucap.
Aku ikut berdiri disampingmu. Agak jauh darimu. Aku tidak ingin mengganggumu kesendirianmu. Cukup kalau kamu tau bahwa aku ada.
Dan aku juga yang ada disampingmu, saat kamu dengan –well, dulu aku mengataimu bodoh- beraninya mendatangi pacar dari perempuan yang menolakmu itu.
Kamu memberinya ucapan selamat. Hhhhhh…. kamu pasti nggak tau kan betapa keras usahaku menahan tangis saat melihatmu melakukan hal itu? I really thought that it was sweet yet stupid thing that you did for someone that you love and broke your heart.
Kenapa bukan aku yang kamu cintai sebegitu dalam?
Kenapa bukan aku?
Betapa aku selalu berharap bahwa akulah perempuan itu.
Aku yang selalu ada untuk kamu. Aku, orang yang amat sangat cinta sama kamu.
Pertanyaan itu selalu ingin aku ucapkan kepadamu. Tapi sayangnya, nyaliku tak cukup besar.
Apa aku menyesal tidak bertanya padamu saat itu?
Entahlah. Mungkin iya. Mungkin juga tidak. Aku takut keadaan berubah. Aku lebih memilih berada disampingmu sebagai teman daripada harus kehilanganmu, karna keegoisanku.
Saat itu, setidaknya itulah yang aku pikirkan.
Sayangnya, hanya 4 bulan setelah itu, aku akhirnya merasakan juga bagaimana rasanya benar-benar kehilangan dirimu.
Iya, aku. Kehilangan. Kamu.
Kamu menjauh. Kamu menghindar. Kamu mengacuhkan.
Semua hal kamu lakukan untuk memutuskan hubungan kita. Dan itu semua hanya karna perempuan itu. Yup, the girl that already broke your heart. Setelah dia putus, kamu yang masih jelas sangat mencintainya kembali berjuang. Kamu ingat kan, aku bahkan ikut mendukungmu saat itu. Aku tulus mendukungmu. Hanya untuk tahu bahwa kamu akan membuangku. Hahahahahaha… ironis banget yah?? Aku yang hanya bisa memiliki hubungan sebagai teman, dengan kamu. Hanya hal itu saja, dan ternyata masih tidak bisa aku miliki.
Lantas aku bisa apa?
Aku hanya bisa menangis. Sambil tetap mendoakan yang terbaik bagimu.
Dan meskipun tahun terakhir di SMU aku lewati tanpa kamu sebagai temanku lagi –meski hanya sekedar temanku-, aku sudah cukup puas hanya dengan memandangi wajah bahagiamu.
Kamu bahagia. Dan aku bahagia melihatmu bahagia.
Sudah cukup bagiku.
Waktu terus berlalu. Aku sudah berulang kali mencoba menutupi kekosongan di hatiku dengan cinta yang lain. Namun entah kenapa, sosokmu terlalu kuat  keberadaannya di dalam benakku, dan hatiku.
Aku kadang-kadang merasa seperti stalker. Yang terobsesi tentang segala hal akan kamu. Bahkan setelah bertahun-tahun, tak pernah sedikitpun kabar tentangmu yang aku lewati. Bagaimana kabar kamu. Kuliah kamu. Kehidupan cintamu. Aku bahkan sempat menangis begitu mendengar kabar bahwa kamu putus dengan perempuan itu. Masih sebesar itu rasa yang aku simpan untuk kamu, B.
Kamu pasti nggak tau kan, betapa senangnya aku begitu tau bahwa kita ternyata berada dalam kampus yang sama, meskipun berlainan gedung. Kamu juga pasti nggak tau, betapa seringnya aku mencari alasan untuk bisa sekedar mampir ke gedung fakultasmu untuk hanya sekedar bisa melihat sosokmu. Meskipun aku seringkali harus kecewa.
Tapi, saat aku berhasil melihatmu, meskipun hanya sekilas, meskipun hanya dari jauh, meskipun saat itu kamu berada diantara kerumunan orang banyak, jika aku berhasil melihatmu, maka mimpiku selama beberapa hari kedepannya adalah mimpi terindahku tentang kamu.
Entah berapa lama waktu yang kuhabiskan dengan cara seperti itu. Berbulan-bulan, rasanya. Entahlah. Sampai akhirnya, aku sudah terlalu disibukkan dengan kegiatanku sendiri. Dan kelelahan yang mendalam akan perasaan yang aku pendam ini.
Tapi, apa kamu tau, menurutku terlalu banyak kebetulan lain di dalam hubungan kita.
Kebetulan, bahwa aku tiba-tiba bisa berteman dengan anak-anak dari fakultasmu dan akhirnya aku bisa tahu tentang keadaanmu.
Kebetulan, bahwa ternyata, saat kamu mengikuti acara Abang None itu, temanku juga mengikuti acara yang sama. Dan menurutku, suatu kebetulan yang luar biasa, setelah hampir 3 tahun kita tidak berdiri berhadapan, face-to-face, kita tiba-tiba dipertemukan lagi oleh semesta, di lobby JHCC, seusai acara final Abang None.
Kamu tau? Sebenarnya aku sudah melihat sosokmu jauh sebelum itu. Aku ada di antara ribuan penonton yang menyaksikanmu di atas panggung. Aku adalah salah satu dari sekian banyaknya orang yang memanggil namamu. Aku adalah pendukungmu yang paling setia. Walaupun jujur, teman yang seharusnya aku dukung adalah lawanmu di acara itu. Kamu mau tau nggak, bahwa gara-gara teriakanku yang penuh dukungan kearahmu, beberapa temanku melotot ke arahku. Sayangnya, aku nggak perduli. Aku adalah pendukungmu. Yang mungkin yang paling setia yang pernah kamu punya. Dari dulu selalu seperti itu.
Dan ketika kita, aku dan kamu, kembali bertemu secara ‘kebetulan’ di lobby, aku hampir saja menangis. Karna jujur, aku sudah akan menyerah. Dukungan yang aku berikan dengan segenap hatiku di dalam ruangan tadi, adalah dukungan yang sudah aku tetapkan sebagai ucapan perpisahanku dengan kamu. Aku sama sekali nggak berharap bisa bertemu denganmu lagi setelah itu.
Tapi pertemuan kita merubah segalanya. Aku jatuh lagi. Jatuh ke dalam pesonamu.
Meskipun kamu hanya sekedar menatapku hangat dari binar kecoklatan dimatamu.
Meskipun kamu hanya sekedar menyapaku dengan suara merdumu dan senyuman dengan lesung pipit yang sangat aku sukai itu.
Meskipun kamu hanya sekedar menggenggam tanganku yang dingin dan basah karna gugup.
Meskipun kamu hanya sekedar menyapukan bibirmu dengan ringan di kedua pipiku.
Meskipun kamu hanya sekedar memberikan pelukan layaknya seorang sahabat lama yang bertemu lagi.
Sedetik. Hanya dalam waktu sesingkat itulah kamu merubah semuanya. Menjungkirbalikkan lagi duniaku.
Aku jatuh. Kali ini lebih dalam.
Apa kamu tahu, betapa marahnya aku saat itu??
Iya, aku marah. Pada diriku sendiri, pada kamu, dan pada semesta yang selalu saja bekerja seenaknya, mempertemukan aku dan kamu, justru di saat aku ingin melepasmu.
Nggak sedikit waktu yang aku habiskan untuk memutuskan bahwa aku harus menghentikan semua perasaanku, kegilaanku, dan obsesiku ke kamu.
Aku sudah memutuskan untuk menerima cinta yang lain, B.
Karna aku ingin berbahagia.
Dan kamu datang lagi. Begitu saja. Kamu masuk lagi kedalam hidupku.
Membuatku hancur lebur lagi.
Dan kamu tau, ternyata kamu tetaplah kamu.
Kamu yang tidak pernah tau bahwa dirimu hampir memporak-porandakan kehidupanku lagi. Kamu yang memutuskan untuk meninggalkanku. Lagi.
Nggak. Kali ini aku sama sekali nggak menyalahkan kamu untuk itu. Aku menyalahkan diriku sendiri. Aku, orang yang menanam terlalu banyak harapan ke kamu. Yang membuat ekspetasi terlalu tinggi. Hingga akhirnya aku jugalah yang harus menangis sendirian. Menderita.
Aku yang salah kali ini, B. Karna kamu tetaplah kamu. Dari dulu kamu selalu seperti itu. Aku yang salah sudah berharap bahwa kamu akan berubah dan melihat ke arahku. Hanya aku.
Cukup lama aku menghabiskan waktu untuk bisa berdamai dengan hati ini. Memaafkan diri sendiri atas semua tuntutan yang aku ciptakan sendiri.
Aku berusaha, B. Aku berusaha sebaik yang aku bisa untuk berbahagia. Meski harus tanpa kamu.
Dan aku berhasil. Aku bisa berbahagia. Dengan kehidupan baruku sendiri. Meski mungkin tidak sepenuhnya bisa kuhilangkan sosokmu dari dalam kehidupanku.
Teman. Aku percaya seperti itulah hubungan kita sesudahnya. Belum pernah lagi kita bertemu setelah kejadian itu. Hanya telepon, sms, bbm dan email-lah alat komunikasi di antara kita.
Aku sudah cukup senang kok, saat kita bisa berbicara dengan wajar di telepon. Saat kamu mengucapkan selamat tahun baru lewat bbm. Dan apa kamu tahu, aku sempat sangat terkejut waktu membaca sms dari dirimu di hari lebaran.
‘Met Lebaran. Maaf lahir batin ya. Maafin semua kasalahan-kesalahan aku ya Ga.
Every mistakes I’ve made that caused you pain.
Gosh, you won’t even know how long I’ve waited to tell you this , but I am truly sorry.
I really am.
B’
Singkat. Padat. Jelas.
Kamu minta maaf, B. I mean, like really really sorry. Meskipun butuh waktu yang lama untukmu mengatakannya.
I feel relieved. Aku sudah berbahagia. Dan kamu melengkapi kebahagiaanku.
B, mungkin kamu kaget saat membaca email ini. Email yang mungkin nggak pernah kamu harapkan sama sekali.
Hanya kali ini kok. Aku ingin menuntaskan semua perasaanku ke kamu. Aku ingin mengungkapkan semua perasaan yang selama ini aku simpan dan nggak pernah sempat aku utarakan. Karna aku ingin bisa melihatmu dengan cara yang wajar setelah semua ini selesai.
Dan lagi, ini Februari, B. Bulan milikmu. Bulan yang kamu suka. Bulan dimana semua cerita tentang kita dimulai. Bulan penuh cinta yang pernah kita lewati sama-sama.
Kamu nggak keberatan kan kalau aku menambahkan satu kenangan tentang diriku di dalam bulan milikmu ini?
Aku akan menikah, B.
Dengan orang yang sangat mencintaiku.
Dia memang bukan kamu.
Dia mungkin nggak bisa bikin duniaku porak-poranda hanya dengan satu kecupan ringan, seperti yang pernah kamu lakukan dulu. 
Dia juga mungkin nggak punya suara semerdu kamu, ataupun lesung pipit yang menghiasi senyumannya.
Dia hanyalah dia, B.
Dia yang ada untukku, disaat aku membutuhkannya. Hal yang tidak pernah kamu lakukan untukku.
Dia, yang mau melakukan apa saja untuk membuatku bahagia. Sangat berlawanan dengan kamu kan, B?
Dan dia, yang meskipun tidak punya lesung pipit –sesuatu dari dirimu yang akan selalu aku rindukan, B- tapi dia punya senyum yang hanya tertuju lurus ke arahku.
Aku merasaaa… nyaman. Dengan dia, hidupku lebih terasa tenang. Tidak ada lagi drama histeria seperti saat aku merasa begitu cinta kepadamu. Dulu.
Dan aku bisa lebih menghargai diriku sendiri, saat ini. Aku sayang sama diriku sendiri, B.
Dan untuk itu, aku memilih dia.
Kamu adalah seseorang yang aku cinta, B.
Orang yang pernah aku berikan seluruh hatiku.
Orang yang bisa bikin aku menghabiskan waktu sebegitu panjangnya hanya untuk menanti.
Orang yang mungkin akan terus aku cintai.
Yang akan selalu ada di dalam hati dan pikiranku. Mungkin juga mimpiku. Karna akhir-akhir ini, mimpiku hampir selalu dipenuhi tentang kamu, B. Lagi. (Ah, apakah akan selalu seperti ini, B?)
Kamu segalanya untukku, B.
Setidaknya, kamu pernah menjadi sosok orang itu, dalam waktu yang lama.
Tapi bukan aku yang kamu cintai. Bukan aku orang yang ingin kamu limpahi dengan kasih sayangmu.
It took me ten years, B.
Untuk sadar, dan rela. Aku akan melepaskanmu.
Hanya cukup mengingatku, B. Bahwa akan selalu ada tempat di sudut hatiku untuk kamu.
Karna bagaimanapun juga, 10 tahun hidupku ini, pernah begitu berwarna dengan keberadaanmu.
And thanks to you for that.
Serius, B. Terima kasih.
Karna dengan adanya kamu, aku tau bagaimana caranya mencintai seseorang dengan tulus.
Karna dengan rasa sakit yang kamu beri juga, aku jadi bisa menghargai perasaan orang lain untukku.
Tak pernah sekalipun aku merasa sia-sia sudah menghabiskan 10 tahun waktuku hanya untuk mencintai kamu, B.
Karna semua ingatan, rasa sakit dan bahagia yang pernah aku rasakan selama mencintai kamu, akan selalu menjadi kenangan manis yang aku simpan.
Karna pertemuan denganmulah, 10 tahun yang lalu di lapangan olahraga SMU kita, aku yang sekarang ini ada.
Aku bahagia, B.
Aku harap kamu juga selalu berbahagia.
Dengan siapapun pilihanmu kelak.


With love,

Perempuan yang pernah teramat sangat mencintai kamu


PS:  B, aku kirimkan juga undangan pernikahanku bersama email ini ya. Mungkin kamu bertanya, kenapa aku nggak mengirimkannya secara langsung ke rumahmu? Karna jujur, aku nggak berharap kamu datang ke pernikahanku, B.
Bukan, aku nggak benci sama kamu. Aku hanya nggak yakin aku sudah cukup kuat. Aku takut kalau ternyata aku masih selemah yang dulu.
Nggak pa-pa kan? Aku hanya ingin doa dari kamu, B. Sekedar ucapan selamat di dalam email-ku, pada hari pernikahanku. Aku hanya ingin itu. Am I asking too much?
Karna hanya melalui email, sms dan bbm-lah batas toleransi aku, B. Nanti, kalau aku sudah benar-benar kuat, kalau aku sudah imun terhadap semua pesonamu, aku yakin, semesta pasti akan mengatur kembali pertemuan kita.
Kita pasti akan bertemu lagi, B.
Selama kita masih hidup.


Message Sent
Back to inbox