Wednesday, November 14, 2012

Ini Cin(T)a Versi Kita

 

"Nih tissue..." Arga menyodorkan sekotak tissue di depan mukaku. Aku mengambil dua lembar kemudian segera mengeringkan airmata di pipiku.
"Cengeng ih.. nonton gitu aja nangis.." Arga berkata lagi sambil berdiri dan berjalan ke dapur. Tak sampai semenit, dia sudah duduk kembali di sampingku dan menawarkanku segelas air. Aku mengambil gelas itu dari tangannya tanpa banyak komentar.
"Udah tenang?" tanyanya lagi. Aku mengangguk. Arga lalu mendekat, meraih kepalaku dan mengusapnya lembut.
"Sedih ceritanya Ga...." Arga hanya diam.
"Kayak kita..." lanjutku, namun lagi-lagi tak ada komentar dari Arga.
"Ga...." panggilku pelan.
"Hm?"
"Kok kamu diem aja sih?" aku menengok ke samping. Sedikit terkejut dan memundurkan kepalaku karena muka Arga berada terlalu dekat dengan mukaku. Napasnya perlahan berhembus mengenai pipiku.
"No comment." Arga lalu menghentikan usapan di kepalaku dan berdiri.
"Ayo." tangan Arga sudah terulur di depanku, menunggu kusambut.
"Kemana?" kali ini ada senyuman di wajah Arga. Matanya yang sipit semakin menghilang oleh kerutan di sekitar pipinya saat dia tersenyum.
"Bachelorette party kamu-laaaah... Masa sih perayaan hari-hari terakhir kamu single begini doang??" Aku menggeleng.
"Aku mau di rumah aja Ga. Emangnya aku nggak boleh, ngerayain hari terakhir masa lajang aku sama kamu?" Arga menghela napas keras-keras. Terdiam sesaat lalu kemudian kembali menghempaskan tubuhnya di sofa sampingku.
"Your wish is my command, my lady..." Aku tersenyum mendengar caranya memanggilku.
"Ngomong-ngomong, kamu tega juga ya..." Arga tiba-tiba berkata, setelah beberapa saat hanya keheningan yang menyelimuti kami.
"Kenapa?"
"Nikah pas Natalan. Emang ada gitu yang mau dateng?" Aku tertawa kecil.
"Emangnya nggak boleh nikah pas Natalan? Kan aku nggak ngerayain Natal. Lagian aku kan nggak bikin pesta gede. Jadi ya biar aja tamunya dikit.. "
"Iya sih.. Tapi kan jadi aku yang ribet bagi waktunya. Untung aja jam akad nikah kamu pas aku kelar kebaktian."
"Sengaja kok. Maksud aku, biar kamu bisa sekalian ngedoain aku dulu pas kebaktian. Doain biar pernikahan aku ini diberkati, awet, langgeng dan selalu penuh kebahagiaan. Lagian buat kamu, hari Natal itu berkah kan? Berarti bagus dong kalo aku nikah pas hari itu. Berkah.."
Arga mengangguk-ngangguk.
"Kalau gitu, ntar aku nikah pas hari Lebaran aja kali ya? Biar suci jiwa raga aku... Hahahaha..." aku ikut tertawa. Tertawa dan tertawa sampai tak terasa airmata mengalir lagi di pipiku.
"Hei.. jangan nangis dong. Masa calon manten nangis mulu sih? Tadi nonton nangis. Sekarang nangis lagi... Ssshhh...." kali ini tangan Arga sendiri yang menghapus airmataku. Tangannya sedikit bergetar dan terasa dingin. Pelan, kuraih tangannya yang sedang mengembara di pipiku.
"Ga... nanti, siapapun diantara kita yang mati duluan, harus minta sama Tuhan, biar kita, kalau dilahirkan kembali berada dalam satu keyakinan yaaa..." Arga tertawa mendengar kata-kataku.
"Reinkarnasi? Itu kan kepercayaan lain lagi. Emang kamu  percaya?"
"Selama itu bisa nyatuin kita, rasanya aku pengen banget bisa percaya, Ga. Kan kata film tadi, God is an architect. Kalau iya, pasti Tuhan juga bakalan bisa nyiptain ruang buat kita berdua. Mungkin sekarang masih belum jadi, masih rancangan. Makanya, kita ajuin dulu aja proposalnya. Biar di dalam rancangan berikutnya, Tuhan nggak kelupaan bikinin ruang yang sama buat kita. Ruang yang kuncinya hanya kita yang punya. Biar orang lain nggak bisa masuk dan seenaknya mengganggu. Kayak sekarang ini, ruangan kita masing-masing terkunci satu sama lain. Bukan orang lain yang nggak bisa masuk, tapi kita sendiri yang nggak bisa memasukinya. Aku capek hidup di kotak-kotakin begini. Semua hal bisa jadi pemisah. Agama, suku, bangsa. Padahal, katanya semua manusia sama. Tapi, kalau urusan cinta, banyak banget penghalangnya... Kalau gitu buat apa ada cinta? Buat pemersatu? Yang ada malah cinta itu, yang jadi halangan orang untuk bersatu... Coba kam....." tangan Arga tiba-tiba membekap mulutku.
"Sssst.. Udah ya. Ini prewedding jitter kamu kok gini banget sih? Jangan nangis lagi, oke? Janji ya, hari ini hari terakhir kamu nangis di depan aku. Karena besok, yang bakalan ngusap air mata kamu, bukan aku lagi. Aku udah nggak punya hak untuk itu. Dan lagi, jangan sampai deh aku liat kamu nangis. Bisa aku tonjok nanti suami kamu itu. Masa udah berhasil menikahi kamu, tapi masih bikin kamu nangis..." Aku tersenyum mendengar kalimat Arga.
"Terus, kalau kamu yang nangis gimana?" tantangku. Arga tergelak.
"Diih.. emang aku cewek? Eh salah. Emangnya aku itu kamu? Kerjaannya nangis mulu."
"Iiih.. aku nangis mulu kan sejak pacaran sama kamu. Tau gitu, kita dulu nggak usah pacaran aja ya.. Tetep sahabatan...."
"Yaaaa... siapa suruh kamu maksa-maksa jadi pacar aku?"
"Ehh.. enak aja. Kelakuan kamu tuh udah kayak si Cina di film tadi tau. Ngerayu-ngerayu, pake bilang simbol kerukunan umat beragama segalalaaah. Huuuh... Kemakan rayuan kamu nih aku."
"Hahahaha... Ya gimana dong? Prinsip aku, kita harus berusaha semaksimal mungkin sebelum mengakui bahwa ada hal-hal di dunia ini yang nggak mungkin. Kita, misalnya..." aku langsung terdiam.
"Hayoo... mau nangis lagi ya??" Aku menggeleng.
"Enggak kok. Emangnya kamu, cengeng...."
"Diih kapan aku nangis?"
"Waktu kita putus... Kamu nangis juga kan?? Bilangnya aku yang cengeng, padahal kamu juga ikutan nangis. Ntar jangan-jangan besok pas aku akad nikah, kamu nangis, lagi..." godaku.
"Hahahaha... enggaklaaaaah. Aku nangis cuma sekali itu aja kok. Karena aku lagi agak kecewa sama keadaan, sama keluarga, sama Tuhan.... Tapi ya, sekarang beda. Gini nih kalau orang udah bisa ikhlas, ya bisa tetep senyum kayak aku gini...." Arga menepuk dadanya, bangga.
"Tsk... iya deeeh. Terseraaaaah. Hahahaaha... Udah ah. Yuk!!" Aku berdiri dan kali ini gantian aku yang mengulurkan tanganku ke Arga yang mengerutkan keningnya.
"Kemana?"
"Party-laaaaah... si Lala udah nyiapin bachelorette party buat aku. Bentar lagi mulai. Masa aku sebagai bintang utama-nya telat?"
"Tadi katanya nggak mau... Dasar. Yaudah, kalo gitu aku nge-drop kamu aja ya. Males banget ikutan acara cewek-cewek."
"Yeeee.. mana bisa gitu. Kamu itu kan maid of honor aku. Ya wajib ikut dong..." kataku nggak sabar sambil menggoyangkan tangan di depan mukanya, menunggu sambutannya.
"Haaaaaaaaah..... " Arga menghela napas keras-keras. Dan dengan enggan menyambut uluran tanganku. Kugenggam tangannya erat. Arga pun membalasnya. Sesaat kami hanya terdiam dan saling pandang. Lalu sambil tersenyum, kami berdua berjalan perlahan ke ruang depan dan membuka pintu. Aku melirik sekilas apartemen Arga. Tempat dimana aku selalu menghabiskan waktu beberapa tahun terakhir ini. Tertawa, menangis, terluka, bersuka...  Arga lalu mematikan lampu dan mendorongku keluar. Di ruang tengah, masih berserakan tissue dan kotak dvd yang tadi kami tonton. Cin(T)a. Aku lupa membereskannya. Ah, biarlah. Toh nanti, aku yakin Arga pasti bakalan menonton ulang dvd itu.....


***

  -->

--Terinspirasi dari film "cin(T)a" dan kisah nyata seorang sahabat....
---Gambar diambil via googling :)))

Thursday, November 01, 2012

Sesal


Ada masa yang terburai
Saat jam dinding berputar perlahan
Mendetikkan detak-detak kerinduan

Lalu pada pandangan yang mengabur
Ketika lupa berhasil menjadi penghibur luka
Mata hanya ilusi yang memperlihatkan duka

Sepi dan sunyi yang didendangkan oleh masa lalu
Bayangan yang menari-nari diantara pusaran ingatan
Langkah kaki yang berhenti tak beranjak seolah terikat oleh kenangan
Saat itu, jarak antara hidup dan mati terkubur dalam angan suram yang lalu kusebut silam

Karena, di antara semua yang ada, kau kini adalah tiada
dan sesal, adalah tempat rintikan air mata ini berasal...