Friday, April 20, 2012

Cepek Dulu, Dooooong....

Pak Ogah. 
Begitu anak-anak sekampung memanggilnya. Aku sendiri sebagai pendatang baru di kampung ini sering mengira-ngira arti nama beliau. Seseorang bapak-bapak, belum terlalu tua menurutku, meski kepalanya botak, dan sering ogah-ogahan melakukan sesuatu. Mungkin itu sebabnya beliau dipanggil Pak Ogah. Karena setahuku, beliau hampir tidak pernah mau melakukan sesuatu dengan gratis.

"Cepek dulu, dong..." pernah suatu hari pak Ogah berkata begitu padaku, di saat aku meminta tolong padanya untuk mengambilkan belanjaanku yang tercecer di dekat kakinya.

"Pak Ogah emang begitu, Mey. Mendingan kamu nggak usah minta tolong sama dia deh," nasihat Unyil, salah satu temanku di kampung, diikuti dengan anggukan Usro, temanku yang lain.

"Iya siiih... Pak Raden pernah bilang. Kalau yang namanya menolong, itu harus ikhlas. Nggak boleh pake pamrih. Memangnya Pak Ogah nggak pernah diomelin sama Pak Raden?" tanyaku sambil membayangkan, betapa serunya melihat Pak Ogah yang botak dan terkadang menyebalkan itu, tertunduk lesu sambil mendengarkan omelan dan ceramah dari Pak Raden, salah satu orang tua yang disegani di kampung. Dengan kumisnya lebatnya yang pasti bergerak-gerak lucu mengikuti gerakan bibirnya saat berbicara, pasti akan kocak sekali kejadian itu.

"Udah sering, Mey. Percumaaa...." jawab Usro. Aku pun lalu hanya mengangguk-angguk. Namun aku yakin, suatu saat Pak Ogah bisa kena batunya kalau beliau tetap seperti itu.

Dan benar saja, keesokan hari setelah pertemuanku dengan Unyil dan Usro, ada kejadian yang membuatku yakin. Bahwa semua tindakan kita, baik atau buruk akan mendapatkan balasan. Langsung atau tidak.

Atap rumah Pak Ogah ambruk. Entah apa sebabnya. Untung saja saat itu beliau tidak ada di rumah. Dan saat beliau pulang, hampir saja beliau menangis histeris. 
Warga sekampung hanya bisa terdiam melihatnya.

Dengan muka memelas, Pak Ogah meminta bantuan warga untuk membetulkan rumahnya. Namun tak ada satupun orang yang bergerak. Pak Ogah terus meminta tolong sambil memohon.

"Cepek dulu dong...." entah siapa yang melontarkan perkataan itu. Yang jelas, Pak Ogah seketika terdiam. Beberapa warga mulai kasak kusuk di belakang, sambil sesekali menyukuri kemalangan Pak Ogah.

Tiba-tiba, Pak Raden datang. Dengan tegas beliau mendekati Pak Ogah dan berbicara padanya, "Jadi bagaimana Ogah? Kamu sudah tau bagaimana rasanya sendirian di dunia ini? Di saat tak ada seorangpun yang mau menolongmu seperti sekarang ini? Ini semua karena salahmu sendiri. Kalau selama ini kamu ikhlas menolong, tanpa embel-embel kalimat 'cepek dulu dong' kebanggaanmu itu, saya yakin, pasti mereka semua juga akan mau menolongmu. Betul kan semua?" Warga mengangguk patuh. 

Pak Ogah terdiam. Lalu dengan suara pelan, beliau berkata, "Iya, sekarang saya sadar. Maafkan saya ya semua. Saya janji, mulai sekarang saya akan berusaha menjadi manusia yang lebih baik lagi. Menolong sesama dengan ikhlas. Mau kan maafin saya?"

Warga sekampung bersorak. 
"Nah gitu dong!"
"Iya. Dimaafin."
"Ayo bapak-bapak, karena Pak Ogah sudah meminta maaf, bagaimana kalau kita bantu saja untuk membetulkan rumahnya? Kasihan Pak Ogah..."
"Iya. Ayo semua. Bantu Pak Ogah."

Dan aku, dari belakang menyaksikan semua kejadian itu sambil tersenyum yakin. Aku pasti akan betah di kampung ini.



- Proyek #ILUPakRaden -

Sunday, April 08, 2012

Pada Sebuah Kepergian

Aku berpura-pura meniadakan rindu.

Karena sesungguhnya, aku sengaja menulikan telingaku pada bunyi derap langkah yang menjauh.

Karena sesungguhnya, aku sengaja membutakan kedua mataku pada lambaian tangan yang perlahan menghilang.

Karena sesungguhnya, aku sengaja memati-rasakan seluruh inderaku pada kehampaan yang tercipta dari ketiadaan.

Dan karena sesungguhnya, aku ingin kamu ada.

Itu saja...